By Admin LSP KATIGA PASS
12 Desember 2025 14:44:01
Dalam beberapa tahun terakhir, risiko keselamatan kerja tidak lagi sebatas bahaya fisik seperti jatuh, tersengat listrik, atau paparan kimia. Dunia kerja kini menghadapi ancaman yang tidak terlihat namun dampaknya sangat nyata: risiko psikososial. Faktor seperti tekanan kerja berlebihan, burnout, kekerasan (violence), dan bullying kini diakui sebagai bagian penting yang harus dikelola melalui pendekatan HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control) modern.
Artikel ini membahas secara lengkap bagaimana risiko psikososial harus diidentifikasi, dinilai, dan dikendalikan agar organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan produktif.
Risiko psikososial adalah kondisi-kondisi dalam pekerjaan yang dapat mengganggu kesehatan mental, emosional, maupun sosial pekerja. Faktor ini timbul dari:
Beban kerja yang tidak seimbang
Hubungan antarpegawai yang buruk
Gaya kepemimpinan otoriter
Kultur kerja toksik
Tuntutan kerja yang tidak realistis
Jika tidak dikelola, risiko ini dapat meningkatkan stres, menyebabkan burnout, menurunkan performa, dan bahkan memicu konflik serius di tempat kerja.
HIRADC modern tidak hanya mengukur bahaya fisik, tetapi juga memasukkan faktor manusia dan sosial sebagai bagian dari proses pengendalian risiko. Berikut langkah-langkah implementasinya:
Organisasi harus secara proaktif mengidentifikasi bentuk risiko psikososial, seperti:
Deadline terlalu ketat
Target tak realistis
Tugas mendadak dan volume kerja berlebihan
Kurangnya sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaan
Burnout biasanya muncul dari:
Beban kerja kronis
Monotoni pekerjaan
Kurangnya kontrol/kewenangan dalam mengambil keputusan
Minimnya apresiasi atau umpan balik positif
Contoh:
Ancaman dari rekan kerja atau pelanggan
Teriakan, hardikan, intimidasi
Insiden agresi fisik
Ditandai dengan:
Pengucilan
Komentar merendahkan
Rumor negatif
Tekanan psikologis sistematis
Identifikasi bisa dilakukan melalui:
Kuesioner stres kerja
Observasi langsung
Wawancara pekerja
Data absensi, turnover, dan keluhan internal
Risiko psikososial dinilai berdasarkan:
Termasuk:
penurunan produktivitas,
gangguan kesehatan mental,
absensi tinggi,
potensi konflik kerja.
Seberapa sering kondisi itu muncul dalam keseharian.
Metode penilaian bisa memakai:
risk matrix 5x5,
skala penilaian subjektif terstandarisasi,
indikator kinerja karyawan.
Contoh:
Burnout kronis = severity tinggi + likelihood sedang → risiko tinggi.
Bullying sporadis = severity sedang + likelihood rendah → risiko medium.
HIRADC modern menekankan hierarki pengendalian:
Ini adalah level paling efektif:
Manajemen beban kerja: pembagian tugas realistis.
Kebijakan anti-bullying dan anti-kekerasan yang tegas.
Jadwal kerja fleksibel saat beban tinggi.
Klarifikasi peran dan tanggung jawab.
Sistem rotasi kerja untuk menghindari monotoni.
Sistem pelaporan insiden psikososial yang mudah dan anonim.
Dashboard monitoring stress risk.
Pengaturan shift dan jam kerja otomatis agar tidak berlebihan.
Pelatihan manajemen stres dan komunikasi efektif.
Workshop anti-bullying, conflict resolution.
SOP penanganan tekanan kerja dan burnout.
Program EAP (Employee Assistance Program).
Penguatan personal:
Konseling karyawan.
Latihan mindfulness.
Pelatihan emotional intelligence.
Dukungan mentor atau supervisor.
Jika risiko psikososial dikelola dengan benar, perusahaan akan mendapatkan keunggulan, antara lain:
Produktivitas meningkat
Turnover menurun
Absensi berkurang drastis
Hubungan kerja lebih harmonis
Reputasi perusahaan meningkat
Karyawan lebih loyal dan sehat secara mental
Risiko psikososial kini menjadi elemen utama dalam keselamatan dan kesehatan kerja modern. Tekanan kerja, burnout, kekerasan, dan bullying bukan hanya masalah perilaku, melainkan bahaya yang harus diidentifikasi dan dikendalikan melalui HIRADC.
Dengan memasukkan aspek psikososial dalam sistem K3 perusahaan, organisasi dapat menciptakan tempat kerja yang lebih aman, sehat, dan produktif — sekaligus membangun budaya kerja yang lebih manusiawi.